Rabu, 17 September 2014

Entah bulan yang kesiangan ataukah mentari yang telat


Ini hari kedua sejak kulihatnya disana
Menatap bisu, memandang sepi, membatin sendiri
Kemarin masih dengan wajah penuh
Hari ini dengan separuh wajah
Tak lagi bersinar
Terkapar
Melawan mentari
Redup di angkasa, bumi ini
Tampak jelas wajah aslinya,
Pucat pasih
Menyerupai awan tak terjamah, sangat putih
Membentuk bulatan, gundukan awan kecil
Apa yang membuatmu tertahan disana ?
(Riuh desir angin, namun jawabmu tak kunjung tiba)
Tetaplah disana selama yang kamu mau
Pergilah disaat lelah menghampirimu
Masih ada tempat untukmu kembali pulang
Menyeka lelahmu, menjaga asamu yang tak berujung melengkapi malam berbintang

Lanjutan:

Senin, ini hari kelima sejak kulihatmu
Masih disana menahan getir terik mentari
Semakin lemah,
Setengah dirimupun telah tak cukup,
Menipis, tapi tetap terlihat suci, tak terjamah
Wajahmu masih pucat pasih, mungkin lebih parah dari sebelumnya..
Melengkung di angkasa sana, entah untuk apa..
Tempatmu terlihat lebih tinggi sejak kulihatmu kemarin disana..
Merangkak naik, apakah kau coba menggapai asamu yang hilang ditelan malam kelam ??
Tidakkah kau rindukan malam?? tempatmu terlihat indah dan bersinar ..
Tidakkah kau rindukan bintang ?? temanmu dikala malam menjelang mengganti hari yang terang..
Tidakkah kau rindukan aku ?? bukan siapa-siapa, tapi setia mengembangkan senyum, berbagi cerita, atau hanya menatap bisu setiap melihatmu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar